BAB I
PENDAHULUAN
Kultur jaringan merupakan salah satu
cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik
perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman seperti daun, mata
tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut dalam media buatan secara
aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang
tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri dan bergenerasi
menjadi tanaman lengkap. Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah
perbayakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan
media buatan yang dilakukan di tempat steril.
Metode kultur jaringan dikembangkan
untuk membantu memperbanyak tanaman, khususnya untuk tanaman yang sulit
dikembangbiakkan secara generatif. Bibit yang dihasilkan dari kultur jaringan
mempunyai beberapa keunggulan, antara lain: mempunyai sifat yang identik dengan
induknya, dapat diperbanyak dalam jumlah yang besar sehingga tidak terlalu
membutuhkan tempat yang luas, mampu menghasilkan bibit dengan jumlah besar
dalam waktu yang singkat, kesehatan dan mutu bibit lebih terjamin, kecepatan
tumbuh bibit lebih cepat dibandingkan dengan perbanyakan konvensional.
Tahapan yang dilakukan dalam
perbanyakan tanaman dengan teknik kultur jaringan adalah:
1)Pembuatan media
2) Inisiasi
3) Sterilisasi
4) Multiplikasi
5) Pengakaran
6) Aklimatisasi
Media merupakan faktor penentu dalam
perbanyakan dengan kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung
dengan jenis tanaman yang akan diperbanyak. Media yang digunakan biasanya
terdiri dari garam mineral, vitamin, dan hormon. Selain itu, diperlukan juga
bahan tambahan seperti agar, gula, dan lain-lain. Zat pengatur tumbuh (hormon)
yang ditambahkan juga bervariasi, baik jenisnya maupun jumlahnya, tergantung
dengan tujuan dari kultur jaringan yang dilakukan. Media yang sudah jadi
ditempatkan pada tabung reaksi atau botol-botol kaca. Media yang digunakan juga
harus disterilkan dengan cara memanaskannya dengan autoklaf.
Inisiasi adalah pengambilan eksplan
dari bagian tanaman yang akan dikulturkan. Bagian tanaman yang sering digunakan
untuk kegiatan kultur jaringan adalah tunas.
Sterilisasi adalah bahwa segala
kegiatan dalam kultur jaringan harus dilakukan di tempat yang steril, yaitu di
laminar flow dan menggunakan alat-alat yang juga steril. Sterilisasi juga
dilakukan terhadap peralatan, yaitu menggunakan etanol yang disemprotkan secara
merata pada peralatan yang digunakan. Teknisi yang melakukan kultur jaringan
juga harus steril.
Multiplikasi adalah kegiatan
memperbanyak calon tanaman dengan menanam eksplan pada media. Kegiatan ini
dilakukan di laminar flow untuk menghindari adanya kontaminasi yang menyebabkan
gagalnya pertumbuhan eksplan. Tabung reaksi yang telah ditanami ekplan
diletakkan pada rak-rak dan ditempatkan di tempat yang steril dengan suhu
kamar.
Pengakaran adalah fase dimana eksplan
akan menunjukkan adanya pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur
jaringan yang dilakukan mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap
hari untuk melihat pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya
kontaminasi oleh bakteri ataupun jamur. Eksplan yang terkontaminasi akan
menunjukkan gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan jamur) atau busuk
(disebabkan bakteri).
Aklimatisasi adalah kegiatan
memindahkan eksplan keluar dari ruangan aseptic ke bedeng. Pemindahan dilakukan
secara hati-hati dan bertahap, yaitu dengan memberikan sungkup. Sungkup
digunakan untuk melindungi bibit dari udara luar dan serangan hama penyakit
karena bibit hasil kultur jaringan sangat rentan terhadap serangan hama
penyakit dan udara luar. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan
barunya maka secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit
dilakukan dengan cara yang sama dengan pemeliharaan bibit generatif.
Keunggulan inilah yang menarik bagi
produsen bibit untuk mulai mengembangkan usaha kultur jaringan ini. Saat ini
sudah terdapat beberapa tanaman kehutanan yang dikembangbiakkan dengan teknik
kultur jaringan, antara lain adalah: jati, sengon, akasia, dll.
Bibit hasil kultur jaringan yang
ditanam di beberapa areal menunjukkan pertumbuhan yang baik, bahkan jati hasil
kultur jaringan yang sering disebut dengan jati emas dapat dipanen dalam jangka
waktu yang relatif lebih pendek dibandingkan dengan tanaman jati yang berasal
dari benih generatif, terlepas dari kualitas kayunya yang belum teruji di
Indonesia. Hal ini sangat menguntungkan pengusaha karena akan memperoleh hasil
yang lebih cepat. Selain itu, dengan adanya pertumbuhan tanaman yang lebih
cepat maka lahan-lahan yang kosong dapat c
Manfaat kulur
jaringan.
· Pengadaan
bibit tidak tergantung
· Bibit
dapat diproduksi dalam jumlah banyakdengan waktu yang relatif lebih cepat
(darisatu mata tunas yang sudah respon dalam 1tahun dapat dihasilkan minimal
10.000planlet/bibit)
· Bibit
yang dihasilkan seragam
· Bibit
yang dihasilkan bebas penyakit (menggunakan organ tertentu)
· Biaya
pengangkutan bibit relatif lebih murahdan mudah
· Dalam
proses pembibitan bebas dari gangguan hama, penyakit, dan deraan
lingkungan lainnya
Buah jeruk merupakan salah satu jenis
buah buahan yang paling banyak digemari oleh masyarakat kira. Oleh karena itu
tidaklah mengherankan jika perkembangan tanaman jeruk pada dekade 1970 – 1980
mengalami perubahan populasi yang cukup tajam. pada saat itu sebagian besar
petani buah menyadari bahwa komoditas buah jeruk memang dapat meningkatkan
taraf hidup masyarakat, terutama jenis komoditas jeruk keprok yang mempunyai
nilai ekonomis tinggi.
Pohon jeruk sudah banyak ditanam di
indonesia, dan ternyata cocok dan mudah beradaptasi hampir di seluruh kepulauan indonesia, yakni mulai dari dataran rendah
hingga dataran tinggi. Hal ini disebabkan oleh kondisi tanah dan iklim yang
sesuai dengan persyaratan tumbuh. dari berbagai pengakuan para petani jeruk di
pulau jawa yang sudah berhasil, ternyata keberhasilan bertanam jeruk tidak
lepas dari pengalaman dan pengamatan terhadap keadaan tanah, iklim, kebutuhan
cahaya matahari, kelembaban udara, ketinggian tempat dan jenis jeruknya.
BAB II
PEMBAHASAN
Jeruk merupakan
komoditas pertanian yang penting saat ini dan menempati posisi teratas dalam
bidang agroindustri, baik sebagai buah segar maupun dalam bentuk olahan.
Menurut Jumin (1997) permintaan jeruk terus meningkat karena harganya yang
ekonomis dan banyak mengandung vitamin C, sehingga produksi jeruk belum
mencukupi kebutuhan konsumsi jeruk dalam negeri. Hal ini merupakan tantangan
dan peluang yang baik bagi para petani, pengusaha jeruk dalam meningkatkan
produk sijeruk. Manfaat tanaman jeruk sebagai makanan buah segar atau makanan
olahan dimana kandungan vitamin C yang cukup tinggi. Di beberapa negara telah
ada diproduksi minyak dari kulit dan biji jeruk, gula tetes, alkohol dan pektin
dari buah jeruk yang terbuang. Minyak kulit jeruk dipakai untuk membuat minyak
wangi, sabun wangi, esens, minuman dan untuk campuran kue dan dapat juga
digunakan sebagai obat tradisional
Untuk meningkat
produksi jeruk ini dibutuhkan bibit yang baik dan unggul untuk mendapatkan
bibit unggul ini dapat dilakukan dengan cara kultur jaringan. Dalam budidaya
tanaman dengan menggunakan teknik kultur jaringan, pemberian zat pengatur
tumbuh dalam media tanam dan pemilihan eksplan sebagai bahan inokulum awal yang
ditanam dalam media perlu diperhatikan karena mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan eksplan tersebut menjadi bibit yangbaru.
Kultur jaringan/Kultur
In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk mengisolasi, sel,
protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi
yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,sehingga
bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman
sempurna kembali.
Menurut Gunawan (1988), arah pertumbuhan dan perkembangan atau regenerasi eksplan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: komposisi media serta jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh, bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan dan lingkungan tempat eksplan dikulturkan. Medium yang digunakan untuk membiakan potongan jaringan tersebut mengandung makanan berupa unsur – unsur hara makro dan mikro.
Menurut Gunawan (1988), arah pertumbuhan dan perkembangan atau regenerasi eksplan ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: komposisi media serta jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh, bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan dan lingkungan tempat eksplan dikulturkan. Medium yang digunakan untuk membiakan potongan jaringan tersebut mengandung makanan berupa unsur – unsur hara makro dan mikro.
Penggunaan eksplan
dari jaringan muda lebih sering berhasil karena sel-selnya aktif membelah,
dinding sel tipis karena belum terjadi penebalan lignin dan selulose yang
menyebabkan kekakuan pada sel. Gunawan (1995) menyatakan bagian tanaman yang
dapat digunakan sebagai eksplan adalah : pucuk muda, batang muda, daun muda,
kotiledon, hipokotil. Menurut Wattimena (1992) perbedaan dari bagian tanaman
yang digunakanakan menghasilkan pola pertumbuhan yang berbeda.
Eksplan tanaman yang masih muda menghasilkan tunas maupun akar adventif lebih
cepat bila dibandingkan dengan bagian yang tua.
Pelaksanaan teknik
ini memerlukan berbagai prasyaratan untuk mendukung kehidupan jaringan yang
dibiakkan. Yang paling esensial adalah wadah dan media tumbuh yang steril.
Media adalah tempat bagi jaringan untuk tumbuh dan mengambil nutrisi yang
mendukung kehidupan jaringan. Media tumbuh menyediakan berbagai bahan yang
diperlukan jaringan untuk hidup dan memperbanyak dirinya. Ada dua penggolongan
media tumbuh: media padat dan media cair. Media padat pada umumnya berupa padatan
gel, seperti agar. Nutrisi dicampurkan pada agar. Media cair adalah nutrisi
yang dilarutkan di air. Media cair dapat bersifat tenang atau dalam kondisi
selalu bergerak, tergantung kebutuhan.
Unsur makro dan
mikro digunakan dalam bentuk senyawa garamnya. Sedangkan vitamin yang berfungsi
untuk pertumbuhan umumnya dari kelompok vitamin B (B1, B6 dan B12). Pembentukan
embrio somatik atau penggandaan tunas memerlukan zat pengatur tumbuh dari jenis
sitokinin dan auksin. Medium yang digunakan dapat berupa cairan atau padatan
dengan menambahkan agar. Media dalam botol yang berisi potongan jaringan
kemudian ditempatkan dalam ruang dengan suhu dan kelembapan ruang nisbi yang
terkontrol (berAC), dengan pencahayaan 12 jam per hari yang berasal dari lampu
neon dengan intensitas cahaya antara 3.000 – 10.000 luks.
Zat pengatur
tumbuh pada tanaman adalah senyawa organik yang bukan hara yang dalam jumlah
sedikit dapat mendukung (promote), menghambat dan merubah proses fisiologi
tumbuhan (Abidin, 1995). Auksin dan sitokinin adalah zat pengatur tumbuh yang
sering ditambahkan dalam media tanam karena mempengaruhi pertumbuhan dan
organogenesis dalam kultur jaringan dan organ. Menurut Wattimena (1992) auksin
sintetik perlu ditambahkan karena auksin yang terbentuk secara alami sering
tidak mencukupi untuk pertumbuhan jaringan eksplan. Auksin mempunyai peranan
terhadap pertumbuhan sel, dominasi apikal dan pembentukan kalus. Kisaran
konsentrasi auksin yang biasa digunakan adalah 0,01–10ppm.
Naphthalene Acetic
Acid (NAA) adalah auksin sintetik yang sering ditambahkan dalam media tanam
karena mempunyai sifat lebih stabil daripada Indol Acetic Acid (IAA). Menurut
Hendaryono dan Wijayani (1994) IAA dapat mengalami degradasi yang disebabkan
adanya cahaya atau enzim oksidatif. Oleh karena sifatnya yang labil IAA jarang
digunakan dan hanya merupakan hormon alami yang ada pada jaringan tanaman yang
digunakan sebagai eksplan. Sedangkan NAA tidak mudah terurai oleh enzim yang
dikeluarkan sel atau pemanasan pada proses sterilisasi.
Sitokinin adalah
zat pengatur tumbuh yang berperan dalam mengatur pembelahan sel serta
mempengaruhi diferensiasi tunas pada jaringan kalus. Menurut Mariska et al.,
(1987) Benzyl Adenine (BA) merupakan zat pengatur tumbuh sintetik yang daya
rangsangnya lebih lama dan tidak mudah dirombak oleh sistem enzim dalam
tanaman. BA dapat merangsang pembentukan akar dan pembentukan tunas.
Penambahan auksin
dan sitokinin secara kombinasi telah berhasil dilakukan terhadap beberapa
spesies tanaman. Welander (1997) dalam Asmirda (1993) membuktikan bahwa rasio
NAA dan BA yaitu 10 : 1 efektif untuk induksi tunas dan akar Begonia sp. Wijono
dalam Prahardini dan Sudaryono (1992) membuktikan bahwa penambahan 3 mg/l NAA
dan 2 mg/l BA efektif untuk induksi kalus pepaya dan jumlah kultur perkalus
meningkat dengan peningkatan NAA dari 1 mg/l – 3mg/l.
Berdasarkan
kebutuhan zat pengatur tumbuh untuk pembentukan kalus, maka dalam media tanam
perlu ditambahkan auksin dan sitokinin. Interaksi kedua zat ini mempengaruhi
pertumbuhan, morfogenesis dalam kultur sel, kultur jaringan dan organ.
Konsentrasi dari kedua zat pengatur tumbuh ini sering mengendalikan bentuk dan
jumlah pertumbuhan suatu kultur, baik pertumbuhan kalus atau organogenesis.
Sehubungan dengan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui respon eksplan daun tanaman jeruk manis secara invitro akibat
pemberian NAA dan BA.
Teknik sterilisasi
Pertama dilakukan
sterilisasi terhadap alat dan bahan. Semua alat yang digunakan untuk pembuatan
medium, alat diseleksi dan alat transfer yang akan digunakan disterilisasi
dengan stoma. Untuk botol kultur, dicuci bersih dan direndam dalam larutan
disenfektan selama 24 jam dan dikeringkan. Setelah itu dimasukkan ke dalam oven
selama 24 jan dan siap digunakan. Selanjutnya dilakukan sterilisasi eksplan,
pertama biji jeruk dibersihkan dengan detergen dan dibilas dengan air bersih
yang mengalir selama 15-30 menit. Selanjutnya dilakukan sterilisasi di dalam
LAFC, yaitu dengan mrendam biji jeruk ke dalam alkohol 70 % selama 1-2 menit,
kemudian dibilas dengan air destilata 3-5 kali. Kemudian biji jeruk
disterilisasikan lagi dengan meggunakan desinfektan 30 % selama 5 menit dan
setelah itu dicuci lagi dengn air destilata 3-5 kali.
Teknik pembuatan medium
Pertama dilakukan
penimbangan sukrosa sebanyak 15 gram dan agar sebanyak 3,5 gram. Kemudian
diambil erlenmayer yang sudah steril dan diletakkan diatas hotplate yang belum
dihidupkan. Kedalam erlenmayer tersebut dilakukan pengisian secara
berturut-turut, yaitu 25 ml hara makro, 2.5 ml hara mikro , 2.5 ml zat besi dan
zat pengkelat, 2.5 ml vitamin dan 5 ml myo inositol. Setelah semua komposisi
tersesdbut dimasukkan ke dalam erlenmayer, lalu ditambahkan air sebanyak 462.5
ml dan dimasukkan magnetik stirer. Selanjutnya hotplate di hidupkan, dan
dimasukkan sukrosa dan qagar yang sudah ditimbang sebekumnya. Setelah sukrosa
dan agar homogen, dilakukan pengukuran pH. Jika pH masih dibawah 5.5 maka
ditambahkan NaOH 0.1 N sampai pH menjadi 6. setelah pH mencapai 6, medium
dibiarkan sampai masak. Setelah masak, medium terebut dimasukkan ke dalam botol
kultur sebanyak 60 buah dan disimpan di dalam ruang kultur.
Sebelum menanam,
terlebih dahulu dilakukan sterilisasi ruang tanam dengan menyemprotkan ruang
tersebut dengan alkohol 70 %. Selanjutnya alat-alat transfer seperti pinset,
pisau scaple, cawan petri, botol kultur, media dan alat lain yang dibutuhkan
ditempatkan di dalamLAFC dan dilakukan penyinaran dengan lampu UV untuk
sterilisasi lanjurtan selama 45-60 menit. Kemudian eksplan yang sudah disterilisasikan
ditanam kedalam botol kultur yang telah berisi media tanam, lalu botol kultur
ditutup dengan selotip bening dengan rapat dan kedap udara sehingga tidak
terjadi kontaminasi pada hasil yang telah dikerjakan. Lalu botol-botol yang
sudah ditanami eksplan ditempatkan diruang inkubasi selama 7 hari dan dilakukan
pengamatan setiap minggu untuk mengetahui respon eksplan yang ditanam pada
medium yang digunakan
Pemeliharaan
Biji jeruk yang
telah ditanam dalam botol kemudian disimpan dalam ruangan pertumbuhan. Dalam
ruangan ini suhu diatur konstan dan juga dilengkapi dengan lampu yang bertujuan
sebagai pengganti sinar matahari.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, I.W. 1995. Teknik In vitro
Dalam Hortikultura. Penerbit Swadaya:
Jakarta
Heddy, S. 1986. Hormon Tumbuh. Grafindo
Persada: Jakarta
Hendaryono, D.P.S dan A. Wijayani.
1994. Teknik Kultur jaringan Perbanyakan
dan Petunjuk Perbanyakan Tanaman Secara
Vegetatif. Kanisius: Yogyakarta
ABOUT THE AUTHOR
0 komentar :
Posting Komentar