Bertahun-tahun menjadi pengguna media jejaring sosial, tak jarang saya lebih suka mengamati apa saja yang kebanyakan orang lakukan dengannya. Ada yang positif, ada pula yang negatif. Sebab, lagi-lagi jejaring sosial hanyalah sebuah alat. Semuanya tergantung pada siapa yang menggunakannya. Kalau kata orang bule ibaratnya, “Everything depends on man behind the gun.”
Sayangnya, tidak sedikit orang yang lalai dan alpa dalam menggunakan media tersebut secara bijak. Bukan hanya masalah berlama-lama mengamati jejaring sosial tersebut, tetapi juga bahaya-bahaya kecil yang bisa jadi akan berubah menjadi besar jika terus dibiarkan. Atau mungkin juga bahaya-bahaya itu malah tidak dirasakan benar-benar oleh masing-masing individu. Pada dasarnya, ini adalah beberapa hal yang dihasilkan dari proses kontemplasi saya. Jadi tidak hanya mengamati orang lain, tetapi saya pun turut mengevaluasi diri saya sendiri.
Blog sendiri pada dasarnya merupakan salah satu media sosial. Tetapi, bukan jejaring sosial. Bedanya?! Menurut Andreas Kaplan dan Michael Haenlein, definisi media sosial adalah sebuah kelompok aplikasi berbasis internet yang membangun di atas dasar ideologi dan teknologi Web 2.0 , serta memungkinkan penciptaan dan pertukaran ‘user-generated content’. Sedangkan, jejaring sosial menurut Profesor J.A. Barnes ialah struktur sosial yang terdiri dari elemen-elemen individual atau organisasi yang menunjukkan jalan di mana mereka berhubungan karena kesamaan sosialitas, mulai dari mereka yang dikenal sehari-hari sampai dengan yang tidak dikenal sebelumnya.
Selanjutnya, menurut beberapa sumber juga, ada yang menyatakan bahwa jejaring sosial merupakan bagian dari media sosial dan berfungsi sebagai media untuk menyampaikan informasi. Nah, bedanya media semacam blog dengan media jejaring sosial seperti Facebook, Twitter, dan Google Plus adalah media blog itu merupakan bagian dari media massa yang terbagi menjadi dua, yaitu konvensional dan modern. Media sosial seperti blog ini, termasuk dalam media massa modern. Lain halnya dengan media massa konvensional yang biasanya berupa majalah dan koran. Perbedaan lainnya antara media massa konvensional dan modern, adalah:
1. Media massa konvensional cenderung lebih lambat dalam menghantarkan informasi terbaru dibandingkan dengan yang modern.
2. Media massa konvensional terdapat gatekeeper, sedangkan yang modern tidak.
3. Media massa konvensional lebih lama dalam memberi feedback atau respon dibanding media massa modern.
Baiklah, itu merupakan sedikit perbedaan antara blog dan jejaring sosial. Kembali pada fungsi terselubung jejaring sosial. Jadi menurut hasil pengamatan saya yang entah sudah ditemukan teori dan metodenya atau belum. Berikut ini merupakan fungsi terselebung jejaring sosial yang dapat mengancam kebaikan dari diri kita, di antaranya:
1. Pamer
Sadar atau tidak, kebanyakan dari kita seringkali terjerumus oleh hal yang satu ini. Entah, pamer tentang kegiatan yang sedang kita ikuti atau juarai, makanan, anak, atau pasangan. Efeknya, bisa jadi orang yang terkena sasaran pamer malah berbalik mupeng dengan apa yang kita pamerkan. Misal, pamer kegiatan, yang lain jadi mupeng ikutan. Pamer makanan, yang lain jadi mupeng ikut makan. Tapi, justru bahaya kalau pamer anak atau pasangan. Bahaya juga kalau-kalau orang lain mupeng sama anak atau pasangan kita itu, bisa-bisa ada pengambilalihan yang tidak diharapkan. Gawat, bisa terjadi sengketa, nih! #eh
“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya” (Al Maa’uun: 4-6).
Riya membuat amal sia-sia sebagaimana syirik. (HR. Ar-Rabii’).
Sesungguhnya riya’ (pamer) adalah syirik yang kecil. (HR. Ahmad dan Al Hakim).
2. Mengumbar Kemesraan
Pernahkah menemukan tulisan-tulisan seperti ini di status jejaring sosial?
“Sayang, hapeku mati. Nanti aku tunggu di meja nomor 13, ya! Sampai ketemu di TKP ya, Sayang.”
“Mas, ini yang kemarin aku omongin itu, lho! Ikut, yuk!”
“Cinta, nanti jangan lupa makan dulu, ya!”
Atau melihat foto-foto yang berlebihan. Hemm…sebenarnya sih sah-sah saja kalau memang sudah halal. Tapi, ada baiknya memang sikap toleransi lebih kita kedepankan. Manusia itu diciptakan tidak pernah sama, termasuk isi pikiran dan hatinya. Kalau memang ada yang akhirnya menilai semua itu biasa saja, kalau justru sebaliknya? Hal ini nantinya malah akan menimbulkan banyaknya penyakit hati.
Lho, yang berpenyakit hati kan orang lain, apa masalahnya buat saya? Ini media kan juga punya saya. Jangan pernah merasa aman oleh perbuatan dosa orang lain, sebab bisa jadi hal itu kita pula yang memicunya. Cerita yang sering diceritakan oleh Pak Ustadz tentang hal ini salah satunya adalah tentang kisah seorang ahli ibadah yang akhirnya dimasukkan ke dalam neraka paling dahulu karena telah membiarkan orang-orang di sekitarnya dalam kemungkaran. Ia telah membiarkan dan menyebabkan kelalaian di sekelilingnya, oleh karenanya ia mendapatkannya. Lalu, bagaimana kalau ternyata ada orang yang akhirnya berpenyakit hati karena kurangnya sikap toleransi dari kita? Mari kita renungkan bersama! Satu lagi, jika memang dirasa privasi, kita bisa SMS atau kalaupun masih mau menggunakan jejaring sosial, saya rasa media-media tersebut menyediakan ruang privasi, seperti kotak pesan salah satunya. Jadi, tidak perlu banyak orang yang tahu tentang hal itu, kan?
3. Membuka Aib
Nah, ini lagi. Ada yang justru menjadikan jejaring sosial untuk membuka aib orang lain, bahkan tak segan untuk memperlihatkan aib sendiri. Baik dari keluhan sampai umpatan kepada orang lain. Ada lagi yang ketika kesal pada orang lain atau mungkin pasangan sendiri, sejurus kemudian langsung membuatnya sebagai topik yang dibagi di media jejaring sosial. Galau kesana-kemari, tentang ini atau itu. Meratap bahkan berdo’a selayaknya jejaring sosial merupakan tempat beribadah. Sesungguhnya itu bagian dari aib, bukan?! Hemm..saya juga masih berusaha untuk berhati-hati dalam hal ini. Apalagi kalau tiba-tiba sudah menulis, “Subhanallahu, luar biasa banget ya Allah telah menciptakan makhluk sekeren ini!” *sambil lihat cermin. Haha, kalau yang itu aib bukan, sih? :p
Itulah tiga fungsi terselubung dari jejaring sosial. Saya berharap kita semua bisa mengambil hikmah kebaikan dari hal ini. Saya pun masih senantiasa belajar agar terus berhati-hati untuk menghindari bahayanya. Intinya sih, dalam menggunakan segala bentuk media adalah gunakan sesuai dengan kebutuhan atau porsinya. Atau kalau anak sekarang bilangnya, “Jangan lebay!” Semoga kita terhindar dari hal yang demikian.